Serbuan Tenaga Kerja Asing Jadi Sorotan Komisi IX DPR
Masalah serbuan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia akhir-akhir ini menjadi sorotan Komisi IX DPR RI dalam Rapat Kerja dengan Menteri Tenaga Kerja Indonesia M. Hanif Dhakiri beserta jajarannya di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (3/9/2015)
Dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Komisi IX Dede Yusuf Macan Efendi, Anggota Komisi IX Elva Hartanti menyatakan datangnya tenaga kerja asing ke Indonesia harus disikapi secara baik dan kondusif. Walaupun dari segi jumlah tenaga kerja asing dari tahun ke tahun jumlahnya semakin menurun.
“Berdasarkan data ijin yang diterbitkan dari Kementerian Tenaga Kerja pada tahun 2011 sekitar 72.737 jiwa, kemudian tahun 2012 ada 72.427 jiwa, tahun 2013 ada 68.957 jiwa, tahun 2014 ada 68.762 jiwa, dan tahun 2015 menurun menjadi 54.953. Jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) paling besar yang ada di Indonesia berasal dari Tiongkok yaitu sekitar 13.000 orang pada tahun 2015 ini. Rata-rata TKA bekerja di bidang pertanian, industri, maunpun jasa,” terangnya.
“Penggunaan Bahasa Indonesia pun, seharusnya wajib dipakai oleh TKA walaupun di Undang-Undang tidak ada sanksinya, tetapi dimana jiwa nasionalismenya,” tambah Elva.
Senada dengan Elva, Anggota Komisi IX Gatot Sudjito merasa optimis dalam persoalan tenaga kerja dapat teratasi dengan baik. Namun, ia minta masalah pengangguran harus ditangani dengan baik pula oleh Menteri Tenaga Kerja. Karena menurutnya, ada gerakan ketidakpuasan masyarakat dengan kebijakan, yang akhirnya terjadi demo. “Maka percepatan dan kecepatan Menteri Tenaga Kerja harus ditingkatkan untuk mengawasinya,” kata Gatot.
“Kita mulai memasuki kawasan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada bulan Desember, dan disini TKA bisa bebas masuk ke Indonesia. Kompetensi BLK fungsinya harus lebih diperhatikan, agar dengan kemampuannya bisa menghasilkan suatu perubahan,” lanjutnya.
Sementara, Ketut Sustiawan meminta pemerintah dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja mengantisipasi serbuan TKA dengan akan berlakunya MEA pada akhir tahun ini.
“Memang dari data Menteri, jumlah tenaga kerja asing, seolah-olah mengalami penurunan. Saya kira dengan adanya MEA yang akan berjalan di akhir tahun ini pemerintah harus antisipasi terhadap serbuan tenaga kerja asing, dan bagaimana melindungi tenaga kerja Indonesia di luar negeri,” jelas Ketut.
Mengenai adanya penghapusan kewajiban bisa berbahasa Indonesia terhadap TKA, Ketut menyatakan jika tujuan penghapusan berbahasa Indonesia tersebut untuk menarik investor, ia yakin dengan persyaratan Bahasa Indonesia pun tidak akan mengurangi investor. “Tapi kalau kita mau alih ke teknologi, alih pengetahua itu mutlak bahasa yang bisa dimengerti oleh TKI kita, 10 TKI di dampingi satu 1 TKA, ideal nya 1: 10. Maka dari itu transfer teknologinya, transfer knowledge bisa, apabila bahasa itu dipahami oleh kita,” tegasnya. (sc/ctr/dhi), foto : jaka nugraha/parle/hr.